Tak kurasa bahwa kini umurku sudah nyaris kepala dua. Kembali teringat indahnya masa kecil ku dengan kenakalannya yang menggelitik, yang suka dibahas orang tuaku kepada teman temannya.
Mulai dari beli pentol di depan rumah lalu ku buang, bakar bakar ubi sampe keracunan, main masak-masakan pake batu bata, main angkat-angkat sepeda, hingga menjadi monyet di pohon singapur kesayangan.
Dulu rumah ku terbilang cukup luas, kami mempunyain kebun sendiri di pekarangannya, mulai dari kebun tebu, kacang tanah, jagung, kangkung, singkong, pisang, mangga dll. Ibuku adalah orang yang suka sekali berkebun, menghabiskan waktunya diantara tanaman-tanaman.
Di halaman utama, ditumbuhi rerumputan pendek yang biasa aku pake untuk berguling guling dan bermain bola bersama kakak ku. Di sebelah halaman utama, ada pohon singapur yang cukup tinggi dan kokoh. Itu pohon singapur kesayangan kami. Ayahku sampai membuatkan kami ayunan dari ban mobil yang dipotong sedemikian rupa sehingga nyaman untuk diduduki.
Kalau kami sedang gabut, layaknya monyet kami memanjat pohon tersebut dan tiduran tepat diujung pohon tersebut. Puncak pohon tersebut berbentuk cekungan dari liuk liuk dahannya. Sehingga nyaman untuk disandar karena seolah mirip sarang burung.
Dari atas pohon, aku mampu melihat rumah rumah tetanggaku dan kegiatan apa saja yang ada di luar pagar rumahku. Pagar rumah ku sekitar 3 meter dan tertutup rapat tanpa celah. Itu membuat aku dan kakak ku sedikit kuper saat itu karena rumah kami yang sangat tertutup.
Aku menyukai rumahku. Tapi waktu memaksaku mengakhiri kenyamanan dirumah tersebut. Ayahku menebang pohon kesayangan kami karena alasan takut aku jatuh dari pohon. Sebenarnya aku tau, bahwa kami akan segera meninggalkan rumah tersebut karena masalah bisnis.
Sampai pada akhirnya, kami pindah. Meninggalkan semua kenangan disana. Rumah itu terbengkalai hingga sekitar 4 bulanan. Btw aku pindah rumah tak jauh dari rumah tersebut. Aku sering melihat tagihan listrik dan air yang diselipkan pada gagang gerbang rumah kosong itu.
Kosong. Dan banyaknya tanaman rambat yang menutupi gerbang rumah itu. Rumah yang dulu sangat ku sayangi, kini menjadi bangunan kosong tak bertuan yang menyeramkan.
Beberapa tetangga pernah melihat sekumpulan anak-anak bermain lompat tali di depan pagar rumah itu, atau melihat wanita yang keluar masuk rumah. Dan ekor ular yang sangat besar dekat pagar pada mal hari
sebelum kami pindah, memang banyak kasus seperti itu, mulai dari aku melihat ibu ku masak tengah malam, padahal ibuku mengaku tidur pulas gaada masak apa-apa, melihat ayah ku menanam kacang tanah sedangkan waktu itu ayah ku di jakarta (yang ini aku lupa kalau ayah di jakarta, makanya aku abaikan seperti biasanya. Sadarnya pas udah malem), lalu mendengar ayah ku mengetok pintu rumah pulang kerja sedangkan pas diliat dari jendela gaada siapa, dan tumpukan cucian kotor yang terlihat seperti anak kecil sedang meringkuk(bukan aku aja yang liat) tapi setelah diperhatiin baru keliatan cucian kotor, kalau sekilas kayak anak meringkuk. Dan lain lain
Tapi sekian tahun aku disana, aku mulai terbiasa. Hingga aku pindah rumah, dan menyaksikan sendiri betapa menyeramkannya rumah itu jika dilihat dari luar. Dan kini rumah itu sudah ditinggali orang baru. Yang suami dan istrinya sama sama bekerja, sehingga rumah itu seolah tetap tak terurus.