Sahabat
Aku tak pernah menyangka jika sahabat ku sendiri menjadi belahan jiwa ku.
Ketika aku sibuk mencari yang sempurna seperti ekpektasi yang kudambakan, lelaki yang tinggi, putih, pintar, tampan, menawan dan kaya raya. Disaat itulah aku baru tersadar aku menyia-nyiakan sosok pelindung yg kunantikan.
Berkali-kali mendapatnya lelaki brengsek, yang mudah dicintai tapi tak mudah untuk mencintai. Menunggu hal yang tak pasti dengan rasa cemas menaruh kasih. Dan berakhir dengan air mata karena ditinggal sendiri bersama perasaan satu sisi.
Saat itulah..
Saat dimana akhirnya aku sadar. Sosok lelaki yang terbilang tidak sempurna, tapi cukup membuat terlena. Melindungi tanpa perisai, menyayangi tanpa buai, dan siap sedia kapan saja dimana saja. Ya, dia. Sahabatku sendiri.
Kami kenal sejak kami duduk di bangku sekolah dasar. Awal mulanya kami tak saling kenal, hingga suatu saat kegiatan sekolah mempertemukan kami. Mulai dari marching band, satuan keamanan sekolah hingga kelompok belajar.
Agak malu mengakuinya sebenarnya, Dulu saat duduk dibangku sekolah dasar aku sudah mengerti kegiatan yang bernama "pacaran". Dulu aku pacaran dengan manusia blasteran Amerika-Indonesia bernama Akbar. Ia memiliki teman dekat bernama Andry, ya dia. dia yang sekarang ini menjadi segalanya bagiku. Teman, sahabat, kakak, pacar khayalan, mungkin calon suami juga. Haha
Entah angin apa yang membuat aku banting setir menyukai Andry. Tapi keadaan yang memaksaku untuk tetap menjaga perasaan Akbar. Aku menyukainya dalam diam hingga aku beranjak menduduki bangku sekolah menengah pertama.
Aku mendapatkan SMP Negeri keinginan orang tua ku, bukan keinginan ku. Tapi mungkin memang itulah jalannya. Saat pendaftaran, aku bertemu lagi dengannya. Berdiri didekat pintu gerbang, berjalan keluar menuju parkiran. Ia sempat membuang senyuman padaku sebelum akhirnya senyuman itu menghilang bersama waktu yang mengikutinya, melenggang menjauhi ku.
Sebenarnya ia tidak mendaftar SMP yang sama denganku, hanya saja SMP nya dia adalah cabang swasta dari SMP ku, sebagian guru SMP ku juga mengajar disekolanya nya. Untuk tahun pertama disekolahnya Andry, masih memakai gedung sekolahku, setelah sekolahku usai dipakai, baru mereka memakainya. Saat itulah aku sering bertemu dengannya sepulang sekolah.
Karena saling bertemu akhirnya kami mulai memberanikan diri untuk mendekatkan diri. Perlahan tapi pasti. Hingga akhirnya kami merajut tali kasih. Aku tau ini adalan bagian paling menyedihkan untuk generasi muda saat itu. Dimana bocah SMP sudah mengenal cinta-cintaan dimasa yang sangat ababil seperti adegan-adegan sinetron yang mendoktrin otak anak jaman sekarang
Hubungan pacaran kami tak seperti pacaran kebanyakan. Kami memilih tempat wisata alam sebagai tempat dating kami yang paling berkesan.
Mencari pantai di pelosok hutan, melewati jalanan yang tak pernah kami lewati sama sekali, menaiki dan menuruni bukit dan anak tangga menuju air terjun. Yaaa seperti itulah tempat kencan kami. Aku merasa tinggal kurang kameramen yang mengabadikan kegiatan bolang ala kami. Dan jadilah acara tv bolang traveler. Terlebih lagi tempat yang kami kunjungi terbilang tidak dekat, bahkan terlalu jauh untuk ukuran bermain anak seusia kami saat itu. Tapi ya begitulah kami. Kesamaan mencintai alam membuat kami dekat.
Walau hubungan kami sempat putus, tapi kesenangan kami berpetualang masih tetap kami jalanin bersama sampai keadaan memberhentikan kami sejenak untuk fokus ujian nasional. Dan akhirnya kami menjalani dunia kami masing masing dimasa SMA kami.
Ketika dia sibuk mengurusi pacar barunya, dan aku sibuk mencari yang sempurna seperti apa yang ada dalam ekpektasi ku yang ku dambakan.
Tapi hal itu tak berlangsung lama, karena hasrat berpetualang kami tumbuh kembali. Hal yang membuat kami kembali menempuh kontak chatingan basa basi untuk melakukan perjalanan trip kami yang baru. Dan karena hal itu, ia memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengan kekasihnya, dan memilih menggantung hubungan bersama ku. Kami teman, kami sahabat, kami dekat, tapi kami bukan pacar.
0 comments:
Post a Comment